Rabu, 20 Februari 2013

Fenomena Terkini Penggunaan Bahasa di Ruang Publik

Wilayah penggunaan bahasa Indonesia di wilayah Indonesia kini semakin tergeser oleh penggunaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Hal tersebut merupakan salah satu dampak dari ketidak-siapan mental masyarakat Indonesia dalam menghadapi era perdagangan bebas dunia. Kemajuan zaman dan kebutuhan pengetahuan universal ditanggapi secara salah oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Sehingga tuntutan mengikuti perkembangan zaman mampu menggerus kebudayaan dan identitas bangsa, di antaranya yang paling penting adalah penggunaan bahasa Indonesia oleh masyarakatnya sendiri.
            Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa komunikasi interbangsa, serta bahasa negara telah mendapat pengukuhan yang kuat, di antaranya pada konstitusi UUD pasal 36 c, UU No. 20 Th. 2003 mengenai bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan nasional, dan UU No. 24 Th. 2009 mengenai Bahasa Negara. Khususnya pada UU No. 24 Th. 2009 dibahas secara mendetail mengenai peran dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara di segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Maka, berdasarkan landasan-landasan tersebut, sebenarnya sudah tidak ada alasan bagi masyarakat Indonesia untuk memandang lemah dan menggeser peran bahasa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, dan memang seharusnya kesadaran itu timbul dari masing-masing pribadi sebagai cerminan kuatnya karakter bangsa.
            Semua landasan yang kuat mengenai penggunaan bahasa Indonesia tersebut seakan menjadi sia-sia ketika kita melihat fenomena yang terjadi di lapangan justru banyak terdapat pelanggaran terhadap keharusan penggunaan bahasa Indonesia sebagai simbol identitas bangsa, hal tersebut mempersempit ruang pergerakan bahasa Indonesia di  hadapan masyarakatnya sendiri. Pelanggaran yang paling memprihatinkan adalah ketika di ruang publik, ruang yang notabennya banyak mendapat perhatian dari masyarakat baik lokal maupun asing, justru penggunaan bahasa Indonesia seakan dinomor-sekiankan. Misalnya saja, penamaan gedung, jalan, perkantoran, permukiman, lembaga usaha, lembaga pendidikan banyak menggunakan bahasa Inggris dengan tujuan gengsi dan nilai jual. Padahal, organisas atau badan usaha tersebut dimiliki dan didirikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
            Jika kita lihat, saat ini banyak nama bangunan atau gedung-gedung yang menggunakan istilah asing, yang sebenarnya jika menggunakan bahasa Indonesia akan lebih menarik. Contohnya seperti: “The Plaza Semanggi”, Jakarta Convention Center, Sudirman Tower, Jakabaring Sport Center. Sekarang, jika kita coba ubah penamaan tersebut ke penamaan dengan bahasa Indonesia, maka akan menjadi seperti berikut: “Plaza Semanggi”, “Balai Sidang Jakarta”, “Gedung Sudirman”, “Pusat Olahraga Jakabaring”. Nah, bisa kita lihat, dengan menggunakan penamaan bahasa Indonesia tidak mengurangi nilai estetika dari penamaan tersebut. Bahkan, menurut saya justru memperkuat nilai estetika dari bangunan tersebut, karena mencerminkan karakter dan pendirian yang kuat serta memiliki identitas yang jelas. Seperti penamaan “Pondok Indah Mall”, “Mall Taman Anggrek”, yang memang sudah menggunakan penamaan dengan bahasa Indonesia sejak didirikan justru memiliki keindahan dan kekuatan tersendiri, bahkan tersohor di kalangan masyarakat Indonesia dan pihak asing.
            Kemudian, selain pergeseran penggunaan bahasa Indonesia di penamaan bangunan atau gedung, kita juga kerap menjumpai pergerseran tersebut di ruang atau fasilitas publik lainnya, seperti misalnya rambu lalu lintas, papan-papan petunjuk, papan-papan peringatan, atau informasi pada produk barang dan jasa keluaran Indonesia, dan semua itu semakin memprihatinkan karena terjadi di negara Indonesia itu sendiri di mana seharusnya bahasa Indonesia dijunjung tinggi penggunaannya dan penduduk mayoritasnya adalah masyarakat Indonesia yang juga penutur bahasa Indonesia.
            Misalnya saja, jika kita lihat banyak pada rambu lalu lintas, marka jalan, papan petunjuk, papan peringatan yang menggunakan bahasa Inggris, seperti: “Be Careful!”, “Wet Floor”, “Enter-Exit”. Terkadang kita lupa bahwa tidak semua lapisan masyarakat di Indonesia bisa berbahasa asing. Sedangkan, tujuan dari rambu lalu lintas, marka jalan, papan petunjuk, dan papan peringatan itu sebenarnya adalah untuk masyarakat umum. Maka bukankah sebaiknya menggunakan bahasa yang mampu dimengerti oleh semua kalangan dan lapisan masyarakatnya? Dalam hal ini bahasa Indonesia mestinya menjadi pilihan mutlak agar semua orang bisa menikmati manfaat dari rambu lalu lintas, papan petunjuk, dan papan peringatan tersebut. Agar tidak ada masyarakat Indonesia yang tidak mengerti dan justru merugikan mereka. Bukankah, jika pergeseran tersebut terus berlanjut itu sama saja dengan kita mengutamakan kepentingan warga asing dibanding dengan warga Indonesia itu sendiri? Betapa hal tersebut menunjukkan melemahnya karakter bangsa.
            Dari semua fenomena pergeseran penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik tersebut, kita bisa melihat betapa rapuhnya karakter bangsa di masa kini. Seakan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang labil, tidak memiliki keteguhan dan pendirian kuat, serta kehilangan identitas kebangsaannya, karena seperti yang kerap kita dengan bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Maka perlu adanya upaya kuat untuk menata dan membangun kembali karakter bangsa bagi generasi pelapis. Selain itu, perlu adanya peraturan keras dalam hal penggunaan bahasa Indonesia yang sebenarnya sudah jelas diatur dalam konstitusi dan undang-undang bahasa. Oleh karena itu, saat ini yang terpenting adalah kesadaran pemerintah Indonesia dan pelaku bahasa itu sendiri untuk mengembalikan identitas bangsa lewat bahasa. Peran pemerintah itu sendiri sudah diatur dalam UU No. 24 Th. 2009, pasal 41. Untuk mengawasi pelaksanaan UU No. 24 Th. 2009, khususnya pasal 36, 37, 37, dan 39 mengenai aturan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik, media publik, dan informasi-informasi produk barang atau jasa.
            Keseriusan pemerintah bisa dibuktikan dengan segera mengeluarkan Peraturan Presiden menyangkut undang-undang bahasa, untuk segera dilakukan penertiban dan penataan kembali penggunaan bahasa Indonesia terutama di ruang publik. Peraturan harus diselenggarakan dengan penuh disiplin, seperti misalnya pencabutan izin mendirikan bangunan bagi yang melanggar; mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia dalam rambu lalu lintas, marka jalan, papan peringatan, dan papan petunjuk; mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia dalam informasi produk barang atau jasa. Semua itu harus dilakukan dengan keseriusan dan tindak nyata yang pasti. Karena menurut saya tujuan tersebut sangatlah positif, dan dengan begitu kita secara tidak langsung memaksa pihak asing untuk mengikuti aturan yang kita buat, sehingga mereka akan belajar lebih banyak mengenai bahasa Indonesia yang akan membuat bahasa Indonesia lebih dikenal di kalangan dunia. Jika hal tersebut terus berlangsung, maka peluang menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional menjadi semakin besar.
            Selain tugas pemerintah, yang paling harus memiliki kesadaran adalah masyarakat Indonesia itu sendiri. Masyarakat Indonesia harus bisa menjadi masyarakat yang cerdas dalam menanggapi tuntutan zaman, dengan menjadi masyarakat yang cerdas namun juga memiliki identitas dan karakter bangsa yang kuat. Sehingga di manapun ia berada akan dihargai. Maka masyarakat Indonesia mestinya cerdas dalam memilah kapan dia perlu menggunakan bahasa asing dengan tetap mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia. Karena, yang membuat bahasa Indonesia lebih memiliki tempat adalah penggunanya itu sendiri. Bukankah akan menjadi hal yang membanggakan ketika bahasa Indonesia memiliki kekuatan untuk menarik warga asing mempelajarinya? Dan bukankah suatu hal yang membanggakan ketika kita tetap memiliki karakter bangsa yang kuat di tengah era perdagangan bebas dunia melalui bahasa? Menurut saya jawabannya sudah pasti “ya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terdepan