Sabtu, 16 Februari 2013

Anak Seorang Pejuang

Aku anak seorang pejuang
Bapakku lanang dari negeri lapang

Negeri tempat orang beruang, juga terbuang

Aku anak seorang pejuang

Bapakku lanang berjiwa tenang

Guratan-guratan lembut di wajahnya, melukiskan kedinian yang telah lekang

Aku anak seorang pejuang

Bapakku lanang setegar karang

Untuk anak istri, terus ia berjuang

Melewati subuh yang masih malu-malu bertemu fajar pembawa terang

Bapakku sudah berangkat sedari kelelawar masih belum bersarang

Melangkahkan kaki kokohnya

Mencari barang bernama “uang”

Lalu petang?

Kadang Bapak masih belum pulang

Masih sudi menantang malam

Untuk anak istri, terus ia berjuang
Bapakku dengan pakaian lusuh dan rambut abu-abu
Pada malam ia pulang, dibawa sekantong makanan untuk dibagikan
Hasil sebuah perjuangan
Bapakku lusuh, bau debu bercampur peluh yang menyatu
peluh pengorbanan
Bapakku lelah, meski tak pernah ia bercerita namun jelas terbaca
Dan Bapakku bahagia
Sembari menikmati kopi hitam panas ia berkata “sudah kenyang?”
Dan kemudian kami menjawab “sudah Bapak..”
Lalu senyumnya mengembang, matanya penuh sinar ketenangan
Mungkin Bapak tidur nyenyak malam ini
Meskipun hanya makanan saat hendak berjuang saja yang ia rasakan
Tapi mungkin ia tidur tenang malam ini, karena ia sudah dengar sendiri anak istrinya bilang “kenyang”
Dan mungkin ia sudah cukup senang malam ini
Karena Bapakku adalah seorang pejuang
Pejuang, Lanang dari negeri lapang

Terinspirasi oleh :
Seorang Bapak tua lusuh yang membawa kantong kresek hitam penuh, yang saya temui di angkot pada malam hari, saat akan pulang ke rumah. Bapak tua yang melihat buah-buah duren di pinggir jalan yang kami lewati dengan begitu khusyu’nya (mungkin tanda kalau ia begitu ingin membelinya).. Bapak tua yang saya temui pada malam saya menghindari kepenatan (25/05/2010)..
Dan terima kasih kepada Bapak tua yang tidak saya ketahui namanya.

Jakarta, 26 Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terdepan