PERLAWANAN
SATIRE PRAKTIK KEBORJUISAN DALAM CERITA PENDEK “KIAI MADRIKUN”
(Karya Aguk Irawan MN –
Media Indonesia, 18 Mei 2014)
oleh Dinda HN
Karya sastra sebagai sebuah karya
humaniora tentunya haruslah menyentuh aspek-aspek kemanusiaan dan manusia itu
sendiri. Seperti yang diungkapkan Vladimir Jdanov, bahwa sastra harus dipandang
dalam hubungan yang tak terpisahkan dengan kehidupan masyarakat, serta latar
belakang unsur sejarah dan sosial. Utamanya di masa ini, penggambaran realitas
sosial menjadi menarik mengingat masyarakat haus dengan penyampaian-penyampaian
yang mengetuk naluri serta nalar mereka untuk merefleksi keadaan secara
mandiri. Bukan lagi melalui paksaan-paksaan keras dalam menyadarkan betapa
kekeliruan cara pandang itu cukup banyak terjadi di kesadaran maupun
ketaksadaran kita sebagai manusia.
Membaca cerita pendek (cerpen) Kiai
Madrikun karya Aguk Irawan rasanya saya tidak memiliki jarak dengan apa yang
hendak disampaikan di dalamnya. Sosok Kiai Madrikun, pengalaman hidupnya, serta
orang-orang yang ada di sekitarnya serasa telah saya kenal. Maka, rasa-rasanya
jika hendak dibayangkan atau dianalogikan atau digambar-gambarkan sesuai
gambaran nyata, sosok-sosok yang ada dalam cerpen Kiai Mardikun mudah ditemui
realisasinya dalam kehidupan bukan fiksi.
Kiai Madrikun sendiri sudah mampu
menggambarkan secara gamblang realitas sosial di kalangan masyarakat
pembacanya. Kehidupan masyarakat itu sendiri sebagai sebuah realitas yang
mendorong terciptanya karya. Seperti yang didengungkan di Uni Soviet mengenai
aliran realisme sosialis yang muncul sebagai wujud penentangan terhadap
kesenian borjuis yang memiliki kemerosotan. Para sastrawan Rusia seperti Gorky
menebarkan gaya penulisan karya sastranya yang sangat kental dengan realisme
sosial. Menurut para pemegang teguh realisme sosial, suatu karya sastra
seharusnya mampu menjadi gambaran realistis yang ada di kehidupan
masyarakatnnya. Bukan sekadar pesanan-pesanan penguasa, di mana seniman adalah
pegawai yang harus memenuhi kewajiban tugas pesanan tersebut tanpa
mengedepankan fungsi karya sastra sebagai media perjuangan atas kebenaran.