Sabtu, 16 April 2011

Masih Wanita -

Pernah aku berpikir, rasa-rasanya menjadi seorang pria itu asyik. Aku bisa dengan mudah melemparkan diriku pada jalur terang perjuangan dan ketegangan, terhadap apa yang aku yakini. Aku bisa dengan tegas menentang tanpa dianggap mengungguli. Aku bisa berkelana mencari banyak orang-orang yang bertujuan. Aku bisa belajar dari mereka mengenai banyak pandangan.


Saat aku wanita, aku memang bebas. Aku bebas bermimpi untuk bisa berjuang secara bebas. Itu adalah kebebasan paling berharga yang aku punya. Apalagi di keadaan yang sudah terlalu kacau. Ah saat menjadi pria saja perjuangan dianggap sebelah mata, apalagi wanita.

Emansipasi?

Aku ini wanita yang menjunjung tinggi emansipasi, tapi aku juga seorang timur, berdiri di tanah leluhur. Aku membaca buku Habis Gelap Terbitlah Terang, tentang RA Kartini itu. 
Bahkan Kartini pun tidak secara murni memenangkan semua tuntutan emansipasinya. Dia melunak pada hal-hal tertentu, karena itu memang hal-hal yang manusiawi terutama sebagai manusia yang dilahirkan di tanah jawa. Perasaan itu telah berdasar sejak dilahirkan. Ada bagian yang tidak bisa tersentuh oleh pemikiran.

Tapi kemudian aku sadar, di zaman sekarang ini, di saat individualisme semakin tinggi, dan sudah tidak jelas lagi mana yang harus diperangi atau malah terlalu banyak yang harus diperangi, rasa-rasanya sama saja antara menjadi wanita dan pria. 
Keduanya hanya akan menjadi golongan kecil sebagai pejuang. Sedangkan yang lainnya adalah golongan orang-orang yang hanya suka oper sana-sini. Orang-orang yang sukanya cari muka, bertindak berlebihan dengan tindakan-tindakan impulsif, sunggung sebuah idiocy yang menyedihkan! Biasanya tujuan mereka selalu dan selalu popularityPernah sewaktu-waktu aku bikin joke begini untuk mereka (ini sakartis sebenarnya) :

Mereka yang golongan lebih banyak itu biasanya hanya mencari popularitas dengan tindakan-tindakan impulsif, mungkin secara tidak langsung dalam hati dan pikiran mereka sudah tertanam sebuah mindset “We just need an idiocy to make a popularity”. Hahahah
Lalu aku memutuskan dan menyadari sesegera mungkin untuk tetap bersyukur telah menjadi seorang wanita.

Yaa.. mungkin aku bukan Kartini, yang mempunyai kenalan-kenalan orang Belanda atau Eropa lainnya sehingga mempermudah ia dalam berjuang atau mungkin aku juga tidak seperti beliau yang merupakan anak orang terpandang di Jawa. 

R.A. Kartini

Dan aku juga bukan Cut Nyak Dien yang bisa begitu liar dan terang dalam berjuang melawan penjajah. Masalah-masalah mereka kala itu masih bulat dan jelas antara masalah tentang penuntutan emansipasi dan masalah perlawanan terhadap bangsa-bangsa kulit putih yang menjajah.
Cut Nyak Dien


Tapi sekarang? Masalah begitu suram, tidak jelas. Tindakanpun menjadi  abstrak dan terkadang keinginan menjadi absurd. Lagi pula aku hanya gadis biasa, wanita pun belum. Tapi telah kuputuskan, aku akan tetap memulai dengan bertekad untuk berjuang dengan caraku. Walaupun sekarang aku belum menemukan cara yang terang, jelas dan tepat, aku tidak perduli. Karena aku tau Tuhan telah tau apa harapanku, karena semua berawal dari mimpi dan harapan bukan? 
Jadi aku telah meyakinkan suatu hari aku akan melakukan sesuatu yang mengingatkanku bahwa aku pernah memiliki harapan seperti ini.




Hn. - masih wanita..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terdepan